Mungkin timbul pertanyaan, apa yang menyebabkan Sultan Tahmidullah meminta Syekh
Muhammad Arsyad menulis kitab Fiqh tersebut. Untuk itu ada beberapa hal yang dapat dikemukakan:
b. Akan tetapi karena sebagian ibaratnya mengandung bahasa Aceh, maka sulit bagi orang-orang yang bukan ahlinya untuk mengambil pengertiannya.
c. Lagi pula ada sebagian dari ibaratnya yang diubahkan dari pada asalnya dan digantikan dengan yang lainnya atau gugur dan kurang disebabkan kelalaian penyalin-penyalinnya yang tidak berpengatahuan sehingga menjadi rusak dan berselisihan antara naskah-naskah dan ibaratnya, sehingga hampir tidak diperoleh lagi naskah-naskah yang saheh dari penulisnya (Sabilal Muhtadin hal. 3).
Pembagian isi dalam Sabilal Muhtadin ini dinyatakan dengan istilah kitab-kitab. Keseluruhannya ada 8 (delapan) kitab, yaitu:
1. Kitabut Taharah, yakni suatu kitab yang menyatakan tentang bersuci.
2. Kitabus Shalat, yakni kitab yang menyatakan tentang shalat.
3. Kitabuz Zakat, yakni kitab yang menyatakan hukum zakat.
4. Kitabus Siam, yakni kitab yang menyatakan puasa.
5. Kitabul I’tikaf, yakni kitab yang menyatakan i’tikaf atau berhenti di dalam masjid.
6. Kitabul Haji wal Umrah, yakni kitab pada menyatakan haji dan umrah.
7. Kitabus Shaid wadz Dzabaih, yakni kitab pada menyatakan hukum binatang perburuan dan sekalian yang disembelih.
8. Kitabul Ith’amah, yakni kitab pada menyatakan barang yang halal dan barang yang haram memakannya.Dalam beberapa tulisan tentang kehidupan ulama besar dari daerah Kalimantan Selatan ini, disebutkan bahwa penyebaran Kitab Sabilal Muhtadin tersebut dimulai dari ruang pengajian Syekh Muhammad Arsyad sendiri di Kampung Dalam Pagar (sebuah kampung di Martapura), yakni dengan mengadakan salin menyalin dari naskah aslinya oleh murid-murid Syehk Muhammad Arsyad sendiri. Kemudian naskah itu dibawa orang ke Mekkah, di sana dilakukan salin-menyalin pula, bahkan kemudian dijadikan orang kitab pelajaran Fiqh bagi orang yang berbahasa Melayu, sehingga kitab ini dikenal luas oleh penuntut-penuntut ilmu di Mekkah yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara dan Asia Tenggara. Mereka itulah yang kemudian mengajarkannya pula di negeri mereka kemudian.
Kitab Sabilal Muhtadin dicetak pertama kali pada tahun 1300 Hijriah atau tahun 1882 Masehi serentak di tiga tempat, yakni di Mekkah, Istambul dan Mesir, dengan pentasheh Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al Fatany, ulama asal Fatani (Thailand) yang mengajar di Mekkah pada waktu itu. Dengan adanya cetakan ini maka Sabilal Muhtadin lebih tersiar dan terkenal luas di Asia Tenggara. Bahkan menurut keterangan penuntut-penuntut ilmu di Mekkah sampai waktu itu masih banyak yang mempelajari Sabilal Muhtadin sebelum mereka dapat membaca kitab berbahasa Arab.
Sebagai penghormatan dan kebanggaan umat Islam di daerah ini terhadap ulama besar Syekh Muhamad Arsyad dengan salah satu karyanya Kitab Fiqh Sabilal Muhtadin, tahun 1974 telah dirintis berdirinya sebuah masjid kebanggaan di pusat kota Banjarmasin yang diberi nama Sabilal Muhtadin. Dan Alhamdulillah masjid ini sekarang sudah menjadi pusat pendidikan generasi muda Islam serta berperan sebagai tempat pengembangan ajaran Islam pada umumnya.
Akhirnya, mudah-mudahan saat ini khususnya kaum Muslimin di daerah Kalimantan Selatan, tidak hanya berbangga dengan masjid megah bernama Sabilal Muhtadin, tetapi diharapkan bisa mengkaji kaedah-kaedah yang ditulis Syekh Muhammad Arsyad dalam kitabnya Sabilal Muhtadin, dan mengamalkannya. Semoga. (HRN, Peneliti Sejarah dan Nilai tradissional)
One thought on “Kitab Sabilal Muhtadin”